Banyak peserta didik malu bertanya, tidak berani menjawab,
tidak berani maju, saat pelajaran. Bahkan tidak percaya diri dengan jawabannya
sendiri, sehingga harus tolah toleh saat tes dan bertanya pada teman yang lain
meskipun salah. Guru harus mampu menumbuhkan harga dirinya (Self Esteem) hingga siswa menjadi
percaya diri.
Hilgard & Bower dalam
bukunya Theories of Learning mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana
perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon
pembawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang.
Jalaluddin
Rakhmat mengutip hasil penelitian yang dilakukan Jack Canfield (1982) yang
menyatakan bahwa hampir setiap hari, anak memperoleh komentar negatif sebanyak
460 kata, sedangkan komentar positif hanya 75 kata. Padahal, semakin banyak
komentar negatif, semakin mematikan potensi anak. Sebaliknya komentar positif
atau sportif akan membuat anak sangat cepat dalam belajar. Berdasarkan hal
tersebut Bobbi De Porter menemukan teori Quantum
Learning. Berangkat dari temuan ini, Jalaluddin Rakhmad menyatakan bahwa
anak harus dijaga self esteem-nya
(harga diri) positifnya, agar semakin cepat mempelajari sesuatu.
Ada beberapa
cara membangun self-esteem, di antaranya adalah komunikasi suportif, tunjukkan penghargaan terbuka,
latihlah peserta didik mengekspresikan dirinya, dan kembangkan potensi
intelektual sehingga anak memahami self esteem positifnya.
Di
sekolah interaksi terjadi antar teman,
dengan guru, dan semua pihak terkait. Belajar tidak hanya mencari ilmu, tetapi lebih
pada membentuk karakter. Satu cara membentuk karakter yaitu menghargai keberhasilan
peserta didik meskipun hal kecil. Contohnya : mengacungkan tangan untuk
menjawab, mengerjakan soal di depan kelas, berani presentasi tugas proyek. Guru jangan segan memberikan
penghargaan secara terbuka atas beraniannya dengan sanjungan, seperti “ anak
pinter”, “terima kasih”, “kau hebat”, “jawaban yang bagus”, bahkan dengan
applause(tepuk tangan). APPLAUSE
merupakan motivasi ekstrinsik yaitu
motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, bisa karena
adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan
demikian anak mau melakukan sesuatu atau belajar.
APPLAUSE (tepuk
tangan) merupakan bentuk penghargaan
kepada peserta didik yang mampu meningkatkan self esteemnya(harga diri) sekaligus
membungkam kritik secara terbuka. Artinya, jika terpaksa peserta didik harus
dikritik, hindari kritik yang mempermalukan di hadapan temannya. Dan kritik
harus disertai argumen rasional sehingga anak terdorong memperbaikinya. Bahkan peserta
didik memahami bahwa kita mengkritik demi kebaikan dirinya sendiri.
Semoga
APPLAUSE mampu meningkatkan self esteem peserta didik, sehingga mampu
menumbuhkan rasa percaya diri. Karena percaya diri langkah awal generasi
berprestasi.
Oleh Febri Setiyasih Widayati, S.Pd., M.Pd.
Terbit di Harian SoloPos pada 24 Maret 2019